Hakikat Doa dan Keutamaan Doa Sapu Jagat

Berdoa adalah hal yang sering dilakukan oleh manusia. Hakikat doa, menurut Imam al-Khathabi (w. 998 M), adalah sebuah permohonan seorang hamba kepada Tuhannya agar diberikan pertolongan, kemudahan hidup. Doa juga menjadi pengingat penting bagi manusia betapa lemah dan rendah dirinya sehingga membutuhkan pertolongan Yang Maha Kuasa (al-Maushuu’ah al-Fiqhiyyah[20]: 256).

Seorang hamba dianjurkan untuk selalu berdoa di segala kesempatan dan keadaan, tidak hanya ketika mendapatkan musibah atau kesulitan, tetapi juga ketika dia berada dalam keadaan senang. Berdoa ketika senang, misalnya, dengan meminta keberkahan terhadap segala hal baik yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.

Arti Penting Doa

Di antara urgensi doa adalah sebagai sarana seorang hamba untuk berkomunikasi dengan Allah Swt. Salah satu waktu yang paling baik untuk ini adalah ketika salat, karena salat itu sendiri secara bahasa berarti doa. Doa sendiri adalah perintah dari Allah; ud’uunii astijib lakum (berdoalah kepada-Ku, niscaya kuperkenankan bagimu) [QS. Ghafir: 60]). Sehingga, selain sebagai bukti kerendahan dan kelemahan seorang hamba, berdoa juga berarti melaksanakan perintah-Nya.

Arti penting doa juga dijelaksan oleh Nabi Muhammad lewat sabdanya,

الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ

            “Doa adalah inti ibadah.” (HR. al-Tirmidzi, no. 3371)

Imam al-Suyuthi menjelaskan bahwa kata mukhkhun (inti) bermakna kemurnian. Kemurnian doa disebabkan dua hal. Pertama, berdoa berarti menunaikan perintah Allah, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dan kedua, ketika seorang hamba menyadari bahwa doanya hanya dapat dikabulkan oleh Allah, maka ia akan memutuskan segala harapan terhadap selain-Nya (Quut al-Mughtadzii[2]: 827).

Doa juga menjadi salah satu sebab penting diampuninya dosa seorang hamba. Karena doa pula derajat seorang hamba diangkat. Ia juga dapat menjadi sebab datangnya rahmat serta menjauhnya musibah yang akan menimpa seseorang. Imam al-Ghazali menyebut, “Doa adalah sebab terhalangnya bala’ (musibah, cobaan, ujian) dan datangnya rahmat.” (Silaah al-Mu’min fii al-Du’aa`, hal. 42).

Doa Sapu Jagat

Di antara doa yang sering dibaca oleh Muslim adalah doa sapu jagat. Saking seringnya, bahkan orang yang tidak pernah membaca teks doa ini pun dipastikan dapat menghafal dan melafazkannya. Doa ini biasanya dibaca untuk mengakhiri rangkaian doa sebelumnya, baik doa setelah salat, zikir, khutbah kedua, dan lain sebagainya.

Teks doa ini diambil dari al-Qur’an. Dalam surah al-Baqarah ayat 201 Allah Swt. berfirman:

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Di antara mereka ada juga yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.

Doa tersebut lebih dikenal sebagai ‘doa sapu jagat’. Dinamakan dengan karena isinya melingkupi segala kebaikan hidup di dunia dan akhirat, bukan hanya salah satunya, yang merupakan keinginan setiap manusia.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa doa ini adalah doa yang sering dipanjatkan oleh Nabi Muhammad Saw. Imam al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik yang artinya,

“Dari Anas bin Malik, dia berkata, ‘Di antara doa yang sering diucapkan Nabi Saw. adalah Rabbanaa aatinaa fii al-dunyaa hasanah, wa fii al-aakhirat hasanan, wa qinaa ‘azaab al-naar.” (HR. al-Bukhari, no. 6389).

Sedangkan Imam Muslim menambahkan bahwa, “Jika Anas bin Malik ingin berdoa dengan (hanya) satu doa, ia berdoa dengan doa tersebut.” (HR. Muslim, no. 2692).

Syekh Musa Syahin Lasyin (w. 2009 M), mantan wakil rektor Universitas al-Azhar, menjelaskan bahwa Anas bin Malik tidak hanya sering membaca doa sapu jagat untuk dirinya sendirinya. Tetapi, ketika ada orang meminta didoakan olehnya, dia akan membaca doa sapu jagat tersebut (Fath al-Mun’im Syarh Shahiih Muslim[10]: 245).

Tafsir ‘Kebaikan di Dunia dan Kebaikan di Akhirat’

Imam al-Qurthubi (w. 1273 M) dalam kitab tafsirnya, al-Jaami’ li Ahkaam al-Qur’aan, mengutip beberapa pendapat mengenai makna ‘kebaikan di dunia’. Qatadah menyebut bahwa yang dimaksud adalah kesehatan dan kecukupan harta. Sedangkan al-Hasan memahaminya sebagai ilmu dan ibadah.

Kedua pendapat tersebut termasuk dari pendapat mayoritas ulama yang memahami kebaikan yang dimaksud sebagai segala nikmat yang baik, dengan mempertimbangkan bahwa kata ‘hasanah’ berbentuk ‘nakirah’ yang mengisyaratkan segala kebaikan. Sedangkan tafsir ‘kebaikan akhirat’, para ulama sepakat menyebutnya sebagai surga (2: 432).

Ibnu Katsir (w. 1373 M) menambahkan bahwa dengan memperoleh segala kebaikan di dunia, maka keburukan-keburukan akan dijauhkan. Ia juga menyebutkan lebih banyak contoh yang dimaksud dengan kebaikan di dunia, seperti kesehatan, rumah idaman, istri yang cantik dan baik, rezeki yang luas, ilmu yang bermanfaat, kendaraan yang nyaman, dan lain sebagainya.

Sedangkan kebaikan di akhirat, sebut Ibnu Katsir, adalah masuk surga, selamat dari bencana besar di padang mahsyar, dimudahkan hisabnya, dan lain sebagainya. Dan makna ‘selamat dari siksa neraka’ adalah diberikan kemudahan untuk menghindari beragam sebab yang dapat membuat manusia mendapatkan siksa di akhirat, seperti menghindari hal-hal yang haram dan meninggalkan perkara yang syubhat (Tafsiir Ibn Katsiir[1]: 558).

Syamsuddin Noor dalam bukunya Rahasia Doa-Doa dalam al-Qur’an (hal. 44) kemudian menjelaskan bahwa untuk mencapai kebaikan dan kebahagian di dunia serta akhirat, seorang hamba tidak hanya berhenti pada doa, tetapi harus bergerak aktif mengejarnya. Kuncinya adalah ilmu, kata Syamsuddin. Untuk dapat kebaikan di dunia, seseorang menguasai ilmu-ilmu dunia, seperti ekonomi dan teknologi. Dan hal yang sama berlaku untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, yaitu mengerti ilmu-ilmu agama. Wallahu a’lam.

Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini