Juru Damai dalam Penyelesaian Perselisihan Keluarga

Perjalanan kehidupan rumah tangga tidak selamanya akan berjalan mulus. Ada saja hal-hal yang dapat menganggu keharmonisan dan kedamaian, baik disebabkan oleh salah satu pasangan atau timbul dari orang lain. Ketika hal tersebut terjadi, maka agama memberikan solusi-solusi agar keutuhan rumah tangga dapat terjalin kembali dan kembali rukun.

Di antara hal yang dapat mengganggu keharmonisan tersebut adalah nusyuz. Nusyuz adalah istilah dalam fiqh munakahat erat kaitannya dengan istri. Nusyuznya istri adalah tidak taat kepada suami dalam hal-hal yang memang wajib istri lakukan. Berkenaan dengan nusyuz, Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 34,

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Baca Juga: Mempersiapkan Buah Hati Sejak Masa Pra-Nikah

Adapun tanda-tanda nusyuz diantaranya adalah berpaling ketika dipanggil dengan lembut oleh suami, berbicara dengan nada kasar ketika suami bicara dengan lemah lembut.

Maka ketika muncul tanda-tanda tersebut, suami harus melakukan tindakan tindakan berikut, yaitu diawali dengan memberikan nasehat dan masukan agar menjadi wanita sholehah dan bertaqwa. Apabila masih tetap nusyuz maka lakukanlah pisah ranjang. Usaha selanjutnya adalah tidak mengajaknya bicara. Adapan opsi terkahir adalah dipukul dengan pukulan kasih sayang dan tidak melukai. Pukulan ini hanya sebagai nasehat saja, bukan dalam rangka kebencian dan pemenuhan amarah.

Menurut Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu Urutan ini berlaku secara tertib. Terkait dengan masalah memukul, ada beberapa bagian yang dilarang untuk dipukul seperti wajah, dan bagian-bagian yang dapat membahayakan keselamatan jiwanya. Sebaiknya untuk masalah memukul ini, apabila dapat menimbulkan permasalahan yang lebih besar, tidak perlu dilakukan. Meskipun menurut agama diperbolehkan, namun dikhawatirkan pelaksanaannya tidak sesuai dengan tuntunan agama.

Jika usaha-usaha di atas telah dilakukan oleh suami, namun belum menemukan solusi, karena masing-masing dari suami maupun istri mengaku dirinya yang benar, maka opsi selanjutnya adalah mengutus “hakamaini”, yaitu seorang hakam (juru damai) dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri untuk menyelesaikan perkara di hadapan hakim. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 35,

وإن خفتم شقاق بينهما، فابعثوا حَكَماً من أهله، وحَكَماً من أهلها، إن يريدا إصلاحاً يوفق الله بينهما [النساء:35/4[

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Pengertian syiqaq  menurut sebagian ulama, sebagaimana keterangan dalam kitab Mausu`ah Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah adalah sebagai berikut:

النّزاع بين الزّوجين ، سواء أكان بسبب من أحد الزّوجين ، أو بسببهما معاً ، أو بسبب أمر خارج عنهما ،

Syiqaq adalah pertikaian diantara suami istri baik disebabkan oleh salah satu dari keduanya, disebabkan oleh keduanya atau disebabkan faktor eksternal.

Menurut ayat di atas jika terjadi syiqaq diantara suami istri dan sulit untuk berdamai, maka harus mengutus dua hakam yang mampu mendamaikan dan menghilangkan pertikaian diantara keduanya. Dalam hal ini nusyuz merupakan salah satu penyebab terjadinya syiqaq. Oleh karena itulah penyelesaian syiqaq dapat diterapkan dalam penyelesaian nusyuz.

Baca Juga: Apakah Menantu Wajib Menafkahi Mertua?

Adapun yang dimaksud hakam pada surat An-Nisa ayat 35 di atas adalah juru damai yang muslim, laki-laki, adil, mukallaf, ahli fiqh dan memiliki kemampuan untuk menyatukan kembali suami istri yang bertikai atau memisahkan keduanya apabila perpisahan merupakan jalan terbaik. Hakam menurut sebagian ulama harus dari pihak keluarga dan sebagian yang lain berpendapat boleh dari non keluarga.

Menurut sebagian ulama, juru damai berfungsi untuk mendamaikan saja, apabila tidak berhasil, maka diserahkan kepada suami dan istri apakah mau bersabar, talaq atau khulu`, kecuali apabila pihak suami ataupun istri mewakilkan kepada masing-masing hakam untuk melangsungkan perceraian apabila tidak ditemukan titik temu perdamaian. Jika demikian, hakam boleh menceraikan keduanya.

Ahmad Muzakki, S.Sy, M.H, Ustadz di cariustadz.id