Setiap tahun umat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan penuh suka cita. Ada yang mengisinya dengan pembacaan shalawat, pengajian, atau kegiatan sosial. Namun, di balik perayaan itu, Maulid juga menjadi ruang refleksi yang bukan hanya mengenang sosok Nabi, namun juga menggali kembali nilai-nilai yang beliau wariskan, termasuk bagaimana Islam menempatkan perempuan.
Maulid, pada dasarnya, adalah kisah tentang perjalanan hidup Rasulullah SAW. Maka ketika kita berbicara tentang Maulid, kita juga berbicara tentang orang-orang di sekitar beliau, termasuk para perempuan yang memiliki peran penting sebagai sosok yang menginspirasi, membentuk karakter, serta memberi kontribusi nyata bagi perkembangan Islam.
Sejak awal, Rasulullah tumbuh dalam naungan kasih sayang perempuan mulia. Ibunda Aminah binti Wahab menanamkan nilai cinta dan keteguhan meski hanya sebentar membersamai Nabi. Setelah kepergian Aminah, Ummu Aiman menjadi pengasuh Rasulullah dengan penuh ketulusan dan kesabaram. Ia merawat Rasulullah dengan kasih sayang layaknya anak sendiri dan mendampinginya dalam masa-masa sulit.
Dalam tradisi Arab saat itu, seorang ibu menyerahkan bayi-bayinya kepada perempuan pedalaman untuk disusui agar bayi-bayi tersebut terhindar dari penyakit yang biasa tersebar di perkotaan. Rasulullah pun disusukan pertama kali oleh Tsuwaibah, seorang budak perempuan, sebelum akhirnya dipelihara oleh Halimah as-Sa’diyah. Meski miskin, Halimah merawat Nabi dengan sepenuh hati. Baik Tsuwaibah maupun Halimah mengajarkan bahwa cinta dan ketulusan seorang perempuan mampu menguatkan pondasi kehidupan manusia paling mulia.
Bahkan ketika Nabi lahir, ada Syafa binti Auf, bidan yang membantu proses kelahirannya. Keberadaan sosok-sosok perempuan ini memperlihatkan bahwa sejak awal kehidupan, Nabi selalu dilingkupi kasih, pengorbanan, dan keteguhan perempuan.
Keteladanan Nabi dalam Menghormati Perempuan
Kedewasaan Nabi juga dipenuhi teladan dari perempuan. Dalam pernikahan, beliau hidup bersama Khadijah binti Khuwailid, seorang perempuan pengusaha yang cerdas dan berpengaruh. Khadijah bukan hanya mendukung Nabi secara finansial, tetapi juga menjadi sandaran emosional pada saat beliau menerima wahyu pertama. Kepercayaan Khadijah terhadap misi kenabian menunjukkan bahwa dukungan pasangan mampu menjadi kekuatan luar biasa.
Nabi juga begitu memuliakan putrinya, Fatimah az-Zahra, yang dikenal sebagai bidh’ah al-Musthafa (bagian dari Nabi). Ia tumbuh sebagai sosok yang lembut, penuh kasih, tetapi juga berani membela kebenaran. Nabi bersabda: “Fatimah adalah bagian dari diriku. Siapa yang menyakitinya, maka ia telah menyakitiku.” (HR. Bukhari-Muslim). Dari hubungan ini terlihat betapa Nabi menegaskan posisi perempuan bukan sebagai pihak yang dipinggirkan, melainkan sebagai bagian inti kehidupan.
Selain keluarga dekat, ada pula sahabiyah yang kiprahnya luar biasa. Asma binti Abu Bakar, misalnya, berperan penting dalam peristiwa hijrah. Ia menyiapkan makanan dan memberikan informasi kepada Nabi dan ayahnya, Abu Bakar, ketika mereka bersembunyi di Gua Tsur. Keberanian dan kecerdasannya menjadi bukti nyata bahwa perempuan juga bagian penting dari perjuangan Islam.
Perempuan di Masa Sekarang
Di masa sekarang, perempuan terus memainkan peran signifikan dalam kehidupan beragama, sosial, politik, dan ekonomi. Namun, meskipun begitu masih banyak tantangan yang dihadapi, seperti diskriminasi, stereotip, hingga keterbatasan kesempatan. Padahal, sejak awal Islam telah memberikan ruang itu. Rasulullah bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim (laki-laki dan perempuan).” (HR. Ibnu Majah).
Peringatan Maulid Nabi dapat menjadi momentum untuk menegaskan kembali bahwa perempuan dalam Islam memiliki hak yang sama untuk berkembang dan berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan mengingat kisah perempuan di sekitar Nabi, kita dapat menarik pelajaran bahwa Islam sejak awal berdiri mendukung perempuan memperjuangkan hak yang sama dan setara dengan laki-laki.
Membangun Kesadaran Bersama
Tradisi Maulid yang biasanya diisi dengan pembacaan Barzanji, shalawat, dan pengajian bisa lebih bermakna bila juga menghadirkan kisah perempuan dalam sejarah Islam. Dengan begitu, umat tidak hanya mengenang Rasulullah sebagai figur pribadi, namun juga memahami beliau melalui kehadiran orang-orang di sekitarnya.
Spirit Maulid seharusnya menuntun kita pada kesadaran baru bahwa membicarakan Nabi berarti juga membicarakan nilai keadilan, penghormatan, dan kesalingan yang beliau ajarkan. Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa perempuan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan beragama dan bermasyarakat. Melalui Maulid, kita diingatkan untuk meneladani sikap beliau untuk selalu menghormati, melindungi, dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Untuk itu, mari kita sama-sama tidak hanya merayakan Maulid dengan shalawat, namun juga dengan komitmen nyata untuk menghargai peran perempuan di dalamnya.
Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz
Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini