Memaknai Ucapan pada Hari Raya Idul Fitri

Pada hari raya Idul Fitri, ada beberapa ucapan yang biasa disampaikan umat Islam di Indonesia, yaitu ucapan “Taqabbalallahu minnaa wa minkum, Minal ‘Aidzin wal Faizin, Mohon Maaf lahir dan batin”. Lalu apa maksud ucapan tersebut? Mari kita bahas satu persatu agar ketika kita mengucapkannya bisa menghayati maksudnya.

Apa makna Taqabbalallahu minnaa wa minkum? Dalam Fathul Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani. Beliau mengatakan “Telah sampai kepada kami riwayat dengan sanad yang hasan dari Jubai bin Nufair, ia berkata: “Jika Para sahabat Rasulullah saling bertemu di hari raya, sebagiannya mengucapkan kepada sebagian lainnya: “Taqabbalallahu minnaa wa minkum. (“semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadlan) kami dan kamu.)” (Fathul Bari, juz II, halaman 446).

Karena kita telah menjalankan aktivitas ibadah di bulan Ramadlan, yaitu berpuasa, shalat tarawih dan witir, ngaji al-Qur’an, bersedekah, dan amalan baik lainnya, maka kita mendoakan untuk diri dan orang lain agar Allah menerima ibadah kita. Maka setiap kita bertemu umat Islam di momen idul fitri, baik bertemu langsung atau melalui media sosial, ucapkanlah doa Taqabbalallahu minnaa wa minkum

Lalu apa maksud kalimat Minal ‘Aidzin wal Faizin? Secara bahasa artinya semoga kita termasuk orang yang kembali dan orang yang “menang”. Ucapaan ini adalah doa agar Allah mengampuni dosa-dosa kita sehingga kita kembali “suci”, dan doa agar “menang” dalam arti semoga Allah mengampuni dosa dosa kita sehingga kita dimasukkan surga oleh SWT.

Menurut Quraish Sihab, di al-Qur’an kata “Faizin” dan derivasinya kurang dari 30 kata, kecuali 1 kata, semunya bermakna pengampunan dosa dan masuk ke surga. Doa ini berkaitan dengan dua hadis Rasulullah SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menegakkan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: Dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Muhammad bin Fudhail dari Yahya bin Sa’id dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengat niat karena Allah dan mengharap pahala dari Allah, akan diampuni dosanya di masa lampau. (Sunan Ibnu Majah)

Jadi, orang beribadah di bulan Ramadlan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap Ridla Allah, yaitu berpuasa di siang hari, dan melaksanakan aktifitas ibadah di malam hari, maka Insyaallah dosa kita diampuni oleh SWT. Doa Minal ‘Aidzin wal Faizin menguatkan dua hadis tersebut, bahwa setelah melaksanakan ibadah di bulan Ramadlan, kita berdoa semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan menjadikan kita seperti bayi baru lahir yang tidak memiliki dosa, dan harapannya, semoga Allah memasukkan kita ke Surga dengan ridla Allah SWT

Lalu kata “mohon maaf lahir dan batin”, maksudnya karena kita adalah manusia biasa yang terkadang melakukan dosa dan kesalahan, baik sengaja ataupun tidak sengaja, maka seharusnya kita meminta maaf kepada orang lain, terutama kepada orang-orang yang jelas kita sakiti. Jangan sampai amalan ibadah kita di bulan Ramadlan dan di bulan lainnya menjadi sia-sia karena kita belum meminta maaf kepada orang yang pernah kita sakiti dan kita dzalimi. Dalam sebuah hadis dijelaskan:

قَالَ: أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ   

Artinya, “Nabi berkata: “Tahukah kamu siapa orang bangkrut?” Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta benda.”   Kemudian Nabi berkata: “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, zakat, puasa, dan haji. Selain itu ia juga membawa dosa karena memaki, memukul, dan mengambil harta benda orang lain.   Kemudian kebaikannya diambil dan diberikan kepada orang yang dizaliminya. Ketika kebaikannya habis padahal kezalimannya belum dibayarkan semua, maka dosa orang-orang yang dizaliminya akan diberikan kepadanya, dan kemudian ia dihempaskan ke dalam neraka.” (HR Muslim).

Momen idul Fitri adalah momen yang tepat untuk meminta maaf dengan tulus karena umat Islam sedang merayakan momen hari raya dengan penuh kegembiraan. Harapannya, di tengah kegembiraan merayakan hari raya Idul Fitri, orang yang pernah kita sakiti bisa memafkan kita, dan hubungan silaturrahim terus berlanjut dengan baik. 

Bagaimana dengan orang yang dimintai maaf karena telah disakiti atau didzalimi? Sebagaimana meminta maaf, momen hari raya Idul Fitri adalah momen yang tepat untuk memaafkan. Orang yang memaafkan termasuk ciri-ciri orang yang bertakwa, sedangkan ketakwaan adalah tujuan diwajibkannya berpuasa. Dalam surat Ali ‘Imran · Ayat 134:

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ۝١٣٤

“(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Pada ayat ini dijelaskan bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa selain bersedekah adalah orang yang mampu mengendalikan kemurkaan atau kemarahan, dan juga orang yang memafkan kesalahan orang lain. Memaafkan adalah salah satu bukti bahwa tujuan puasa kita diterima oleh Allah SAW karena puasa telah menjadikan kita orang yang bertakwa, yang salah satu indikatornya adalah saling meminta maaf dan saling memaafkan. Saling memaafkan tidak hanya ada pada perayaan Hari Raya Idul Fitri, tapi menjadi sikap dan akhlak kita sebagai umat Islam yang berlaku sepanjang masa

Dalam sebuah hadis dijelaskan:

يَا عُقْبَةُ أَلَا أُخْبِرُكَ بِأَفْضَلِ أَهْلِ الدُّنْيَا وَأَهْلِ الْآخِرَةِ: تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ، وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ   

Artinya, “Wahai ‘Uqbah, aku kabarkan kepadamu akhlak terbaik penghuni dunia dan akhirat: saat kamu mau menyambung hubungan orang yang memutuskannya, memberikan sesuatu orang yang menjauhkanmu, dan memaafkan kesalahan orang yang menzalimimu”. (HR At-Thabarani).  

Selain hadis tersebut, Rasulullah juga menjelaskan bahwa orang yang memaafkan orang lain dan menyambung silaturrahim yang terputus adalah salah satu cara agar kelak di akhirat hisab kita dimudahkan oleh Allah, dan Allah memasukkan kita ke Surga dengan Rahmat Allah. Rasulullah SAW bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ حَاسَبَهُ اللَّهُ حِسَابًا يَسِيرًا وَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ. قَالُوا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: تُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ، وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ. قَالَ: فَإِذَا فَعَلْتُ ذَلِكَ، فَمَا لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: أَنْ تُحَاسَبَ حِسَابًا يَسِيرًا وَيُدْخِلَكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ   

Artinya, “Tiga hal yang menjadikan seseorang akan dihisab oleh Allah dengan mudah dan akan dimasukkan ke dalam surga dengan Rahmat-Nya. Para sahabat bertanya, bagi siapa ya Rasulullah?”   Jawabnya, “Engkau memberi orang yang menghalangimu, engkau memaafkan orang yang mendzalimimu, dan engkau menjalin persaudaraan dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu.

Semoga amal ibadah kita selama Ramadhan dan hari-hari selanjutnya akan senantiasa diterima oleh Allah swt. Semoga kita dijadikan golongan orang-orang yang kembali suci dan meraih ketakwaan. Amin.

Dr. Holilur Rohman, M.H.I, Ustadz di Cariustadz.id dan Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Tertarik mengundang ustadz Dr. Holilur Rohman, M.H.I? Silahkan klik disini