Sisi Kemuliaan Anjing dalam Islam

Kita boleh setuju boleh tidak, bahwa informasi yang selama ini kita dapatkan membentuk alam bawah sadar kita dalam melihat sesuatu. Dalam hal ini yang saya soroti adalah pandangan kita terhadap anjing. Ajaran Islam, khususnya melalui mazhab Syafii, secara tegas menghukumi anjing sebagai najis mugholadzoh. Meski demikian, kenajisan anjing masuk kategori khilaf, karena ulama Malikiyah dan Hanafiyah menganggapnya suci (Wahbah Zuhaili, al-Fiqh Islam wa Adillatuhu). 

Mungkin karena hadist Nabi yang berbunyi, “Malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya” (HR. Bukhori & Muslim), begitu juga hadist “Kehadiran anjing bisa mengurangi pahala dari perbuatan baik seorang muslim”, atau juga karena ulama Syafiiyah menilai anjing masuk ke dalam kategori najis mugholadzoh, pada akhirnya masyarakat muslim, khususnya Indonesia melihatnya sebelah mata, bahkan mungkin ada yang jijik ketika melihat anjing. 

Padahal, kalaupun anjing itu hewan yang hina, tak banyak orang yang berani mengakui kalau perilakunya melebihi anjing dibanding anjing. Hal inilah yang menurut saya perlu ditegaskan sekaligus diperkuat lagi bahwa ajaran Islam sangat menghormati Anjing.

Di dalam al-Qur’an, anjing disebut dengan kalb (كلب). Ia disebut enam kali. Satu dalam bentuk mukallibin, yakni dalam surat al-Maidah [5]: 4, sedangkan dalam bentuk kalb disebutkan sebanyak lima kali, yaitu dalam surat al-A’raf [7]: 176 dan al-Kahfi [18]: 18, 22. 

Dilihat dari penggambaran al-Qur’an terhadap anjing, ada dua pemaknaan utama; positif dan negatif. Pemaknaan positif misalnya terdapat dalam surat al-Kahfi [18]: 18 dan 22 dimana anjing diartikan sebagai hewan terdidik dan terlatih untuk menjaga rumah, atau untuk berburu. Adapun pemaknaan negatif terhadap anjing bisa dilihat dalam surat al-A’raf [7]: 176. Di ayat ini, anjing digunakan sebagai perumpamaan bagi sifat orang-orang sesat yang tidak mau menerima ayat-ayat Allah. 

Tabiat anjing secara umum adalah tamak dan rakus. Ini bisa dilihat dari kebiasaannya yang selalu menjulurkan lidahnya baik dalam keadaan kenyang, lapar, atau ketika dikejar atau dibiarkan diam. Begitulah penjelasan dalam Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata karya Quraish Shihab, dkk.. 

Dalam mengomentari surat al-A’raf [7]: 176, al-Qurtubi berkata, Allah seakan-akan berfirman, “Apabila Anda membiarkannya, maka ia akan tersesat, namun apabila Anda menasehatinya dan menunjukkan jalan kebenaran, maka ia juga akan tetap tersesat. Karena mereka itu seperti seekor anjing yang menjulurkan lidahnya, baik apabila ditinggalkan maupun ketika dibawa.”

Ulama lain berpendapat bahwa perumpamaan ayat 176 surat al-A’raf di atas adalah perumpamaan paling buruk yang disandangkan kepada manusia, orang tersebut tidak mampu untuk dirubah, seperti halnya anjing yang tidak dapat dirubah kebiasaan menjulurkan lidahnya (Imam al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi). 

Ada juga yang mengatakan, tabiat yang dimiliki seekor anjing biasanya adalah mereka akan patuh dan tunduk kepada seseorang yang tidak takut kepadanya. Dan ia juga akan terdiam bila orang yang tidak takut tersebut telah menjinakkannya. Hewan seperti ini dijadikan perumpamaan Allah bagi orang yang menerima suap untuk merubah suatu hukum agama yang sudah jelas-jelas tertulis dalam kitab suci (Imam al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi).  

Terlepas dari perumpamaan positif dan negatif terhadap anjing di dalam al-Qur’an, tanggapan positif Syekh Nawawi al-Bantani terhadap anjing dalam kitab Kasyifatus Saja menarik untuk disimak, khususnya dalam bab pembagian najis, kategori حكمة. Ia menyebutkan setidaknya ada sepuluh keistimewaan sifat anjing yang perlu diketahui orang mukmin. Di antaranya sebagai berikut,

Pertama, anjing adalah hewan yang terbiasa merasakan lapar. Ini merupakan sifat orang-orang saleh. Kedua, anjing memiliki kebiasaan tidur malam yang sedikit. Sifat ini merupakan sifat orang-orang yang sering bertahajud. Ketiga, anjing tidak akan meninggalkan pintu tuannya bahkan setelahnya menerima seratus cambukan. Ini tidak lain merupakan sifat orang-orang shadiqin (tulus). Keempat, apabila anjing diberi sesuap makanan, ia akan menerimanya tanpa meminta lagi. Inilah sifat qana’ah yang dipraktekkan anjing. 

Setelah saya telusuri lebih lanjut, ternyata ungkapan tentang keistimewaan anjing di atas merupakan ungkapan dari Sayyidina Ali r.a. Ini bisa dilihat dalam tulisan Foltz, Animals in Islamic traditions and Muslim cultures. 

Hemat saya, Sayyidina Ali r.a. tidak serta merta memberikan “tempat” tersendiri terhadap anjing. Bisa jadi beliau memberikan perhatian khusus terhadap sifat positif anjing adalah untuk memberikan perbandingan bahwa meskipun ia termasuk hewan yang dihukumi najis mugholadzoh, akan tetapi itu tidak bisa mengurangi keistimewaan dan kebaikan pribadi seorang anjing.

Meski dipandang sebelah mata oleh sebagian muslim, anjing merupakan ciptaan Tuhan yang paling setia. Kesetiaan itu bisa dilihat ketika anjing sering melindungi tuannya dan temannya, dan ketika ada yang mendekat dia akan menyerang musuh tersebut. Sebagai muslim, sudah seharusnya kita memperlakukan hewan ciptaan Tuhan ini dengan adil.

Zaimul Asroor. M.A., Dosen IAI Khozinatul Ulum dan Ustadz di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Zaimul Asroor. M.A.? Silahkan klik disini