Syaban Bulan Memulai Kebiasaan Baik

Bulan Rajab telah pergi, Syaban kini datang menghampiri. Tinggal menghitung jemari, InsyaAllah, Ramadan akan kita jumpai. Sudahkah kita mempersiapkan resolusi? Sudah menjadi kebiasaan baginda Nabi, beberapa bulan sebelum kembali bertemu Ramadan, beliau selalu memaksimalkan persiapan. Salah satu persiapan yang Rasulullah dawamkan adalah berpuasa sunnah di bulan Sya’ban. Mengapa demikian?

Bulan Ramadan ialah bulan latihan. Ibarat sedang berlatih, biasanya seseorang akan mengerahkan kekuatan yang ada. Fisik psikisnya, lahir dan batinnya. Pun Rasulullah sang teladan. Saking rajinnya berpuasa pada bulan Sya’ban, para sahabat pun mengamati dan bertanya-tanya perihal ‘kebiasaan baik’ yang Rasulullah lakukan hampir setiap hari, seperti yang terurai pada hadits di bawah ini.

Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di bulan Syaban”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bulan Sya’ban adalah bulan dimana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa-i di atas memberikan gambaran bahwa betapa para sahabat terkesima atas kebiasaan berpuasa Rasulullah di bulan Sya’ban. Redaksi ‘manusia mulai lalai’ sesungguhnya lahir karena biasanya, sebelum bulan Ramadan tiba, justeru kebanyakan manusia menumpuk makanan dan minuman (mumpung) belum bulan Ramadan. Sementara itu, Ibnu Rajab Rahimahullah berpendapat, konteks ‘lalai’ yang dimaksud ialah bahwa belajar melatih diri untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban saat ‘manusia lalai’ menunjukkan puasa inilah amalan yang sangat dicintai Allah. Mengapa? sebab merutinkan puasa sunnah memang gampang-gampang susah. Perlu tekad yang kuat agar mampu melakukannya.

Selain hadits di atas, hadits berikut juga menggambarkan teladan puasa sunnah ala Rasulullah. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Puasa sunnah yang senantiasa Rasulullah lakukan di bulan Syaban ialah latihan jiwa agar lebih siap menghadapi bulan puasa. Setelah belasan bulan lamanya mungkin kita lebih banyak mengunyah makanan, melatih diri untuk lebih banyak berpuasa juga merupakan satu cara agar semakin siap dan mantap melaksanakan puasa Ramadan. Namun tentu, memulai puasa sunnah itu gampang-gampang susah ya. Nah, agar mampu memulainya, kita lakukan dari aktivtias paling sederhana dan mungkin dimulai. Karenanya, bagi yang masih terasa berat, kita bisa dengan memulai step by step dari puasa hari Senin, misalnya. Jika sudah kuat berpuasa sunnah di hari Senin, maka boleh ditambah dengan puasa sunnah hari Kamis. Demikian seterusnya, hingga akhirnya terbiasa dan terasa mudah.

Selain membutuhkan tekad yang kuat, membangun dan memulai kebiasaan baik juga urusan mind-set. Bagaimana pikiran kita mencerna rencana-rencana itu, seperti apa kita memandangnya ‘sanggup atau tidak?’ ini juga soal persepsi. Manusia, papar penulis buku Atomic Habits, James Clear misalnya, seringkali memandang kebiasaan baik itu sangat susah dilakukan. Padahal, seringkali ‘yang susah’ itu karena kita sendiri belum mencobanya. Atau, lanjut dia, kita lebih terfokus untuk memulai dari hal-hal yang berat, sulit dan kurang realistis. Padahal, untuk memulai kebiasaan baik, mulailah dari hal-hal sederhana, realistis dan mampu dilakukan secara berulang (kontinyu). Tidak ada kebiasaan baik yang mampu dipertahankan jika tidak memulai dari kebiasaan-kebiasaan sederhana.

Jika James Clear meyakini bahwa kebiasaan baik itu bisa diciptakan (sekaligus dipertahankan), maka tips memulai kebiasaan baik menuju Ramadan ala Rasulullah (dengan berpuasa sunnah Sya’ban) adalah sebaik-baiknya strategi siap hadapi Ramadan. Membangun kebiasaan sederhana, sehingga saat Ramadan tiba, fisik psikis sudah siap, sehat, sempurna. Menyoal kebiasaan ini juga seringkali diulang-ulang dalam hadits bahwa amalan yang paling dicintai Allah bukan terlihat atau terhitung karena kuantitasnya namun karena pembiasaan yang dengan sadar dan sabar dilakukan secara perlahan. Akhir dari proses pembiasaan itu akhirnya telah tersetting dalam alam bawah sadar dan menjadi ‘sangat mungkin dilakukan’ hingga mampu menjadi kebiasaan. Kebiasaan inilah yang menjadi basis inti kualitas amalan seorang hamba: continue (berkelanjutan), persistence (kuat tekad), repetition (berulang-ulang) atau juga sering kita sebut dalam istilah bahasa Arab dengan istiqamah (teguh pendirian).

Seperti hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘apakah amal (ibadah) yang paling dicintai Allah?’ beliau menjawab ‘amal ibadah yang dilakukan secara tetap walaupun sedikit. (HR. Bukhari).

Bismillah, semoga kita mampu meneladani puasa sunnah Sya’ban seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Aamiin.

Dr. Ina Salmah Febriani, M.A., Ustadzah di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Ina Salmah Febriani, M.A? Silahkan klik disini