Zakat Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

Dalam Islam, zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim untuk memberikan sebagian dari harta mereka kepada yang membutuhkan. Zakat juga merupakan ibadah sosial untuk mengasah kepekaan dan kepedulian sesama manusia, membebaskan sesama dari rasa lapar, kemiskinan, dan keterpurukan secara ekonomi dan sosial.

Islam mengatur delapan  kelompok yang berhak untuk menerima zakat, yakni Fakir, Miskin, Amil, Mu’allaf, Riqab atau memerdekakan budak, Gharim (orang yang memiliki utang), Fi Sabilillah, dan Ibnu Sabil.

Hal ini disebutkan dalam QS at-Taubah ayat 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil zakat), para mu’allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS at-Taubah ayat 60).

Apakah Perempuan Korban Kekerasan Seksual Berhak Menerima Zakat?

Lantas bagaimana dengan kelompok marjinal, terutama perempuan yang sampai saat ini masih sering dipandang sebelah mata dalam kehidupan sosial dan dihadapan hukum? Padahal makna zakat adalah bersih, baik dan tumbuh. Zakat juga merupakan ibadah sosial yang berguna untuk mengasah kepekaan dan kepedulian sesama manusia?

Hukum menunaikan zakat, baik zakat fitrah ataupun zakat mal (harta benda) adalah bersifat qath’i. Dari segi ke-qath’i-an tersebut, ayat-ayat zakat memang tidak perlu dilakukan ijtihad. Karena, sudah ada ketetapan waktu pelaksanaannya dan batas minimal kapan zakat wajib kita keluarkan.

Namun ijtihad tetap harus kita lakukan untuk menerapkan aspek maqashid al-syariah dari ayat-ayat zakat. Sehingga hukum fikih yang kita gunakan sesuai dengan maqashid al-syari’ah, perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, ijtihad bagaimana menggalakkan zakat untuk korban kekerasan seksual sangatlah penting.Sehingga QS at-Taubah ayat 60 yang menyebutkan bahwa penerima zakat itu ada delapan asnaf. 

Menurut Ibu Yulianti Muthmainnah dalam buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” QS at-Taubah harus kita tafsir ulang. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa ketentuan dan kasus-kasus fakir, miskin, riqab, dan fisabilillah saat ini berbeda dengan kasus pada masa lalu. Oleh karenanya penting melakukan perumpamaan untuk memperluas makna para penerima zakat.

Misalnya dalam memahami golongan miskin. Saat ini orang miskin bisa kita qiyaskan pada perempuan korban kekerasan seksual yang menarik diri dari pergaulan. Kondisi ini karena stigma yang kita lekatkan pada mereka, seperti sebutan perempuan kotor, hina, najis, dan pembawa aib.

Selain itu bisa juga pada korban kekerasan seksual dikeluarkan dari sekolah lantaran hamil, dipecat dari tempat kerja, terusir dari keluarga, komunitas atau pun dari tempat tinggalnya yang lain. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memproses kasusnya dan melakukan pemulihan jiwanya.

Dalam pengalokasian zakat, seharusnya kita juga harus melihat pengalaman khas perempuan baik pengalaman biologis (menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui dan nifas), atau pengalaman sosial (marginalisasi, subordinasi, stigmatisasi, beban ganda dan kekerasan). Sehingga dengan kesadaran tersebut, perempuan korban perkosaan bisa kita masukkan dalam kategori mustahiq zakat. 

Jika seorang fakir atau miskin saja mendapatkan zakat, apalagi fakir miskin perempuan yang menjadi perkosaan? Dalam keadaan ini mereka mengalami kerentanan ekonomi, sosial dan mental. Di sisi lain, dalam perspektif maqāsid al-syarī`ah, zakat kepada perempuan korban perkosaan adalah termasuk hifẓ al-mal, hifẓ al-`irḍ dan hifẓ al-nasl. Hal ini karena dengan zakat kepada perempuan korban perkosaan dapat mengurangi beban ekonomi, sosial dan psikologisnya.

Dalam mendistribusikan zakat untuk korban kekerasan seksual, penting untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efektif dan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga amil zakat yang terpercaya atau organisasi amal yang memiliki program khusus untuk mendukung korban kekerasan seksual.

Mari kita peduli kepada korban perkosaan dengan menyalurkan zakat kepada mereka. Semoga Ramadhan membawa berkah bagi kita semua, termasuk bagi para perempuan korban perkosaan. 

Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd, Ustadzah di Cariustadz

Tertarik mengundang ustadzah Laily Nur Zakiya, S.Ag, M.Pd? Silakan klik disini