Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 271:
“Jika kalian menampakkan sedekah itu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya serta memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagi kalian.”
Ayat ini memberikan timbangan yang sangat indah bagi seorang mukmin dalam beramal. Allah menegaskan bahwa amalan yang dilakukan secara terang-terangan, tampak di mata manusia, sudah terpuji. Ia tidak tercela, bahkan mendapatkan sanjungan dari Allah: “fa ni‘imma hiya” – alangkah baiknya ia. Namun Allah juga menambahkan, bahwa amalan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi adalah “khayrun lakum”, lebih baik dan lebih utama.
Amalan Terbuka: Syiar di Era Digital
Dengan neraca Qur’ani ini, kita dapat memahami bahwa amal yang tampak di ruang publik—baik sedekah, membaca Al-Qur’an, menghadiri kajian, maupun amal kebaikan lainnya—adalah sah, terpuji, dan tidak perlu dicurigai sebagai riya secara otomatis.
Hari ini, misalnya, ada komunitas yang membagi-bagikan nasi Jumat dan mendokumentasikannya di media sosial. Ada selebgram yang mengunggah “a day in my life” ketika membaca Al-Qur’an atau hadir di kajian. Ada anak-anak muda hijrah yang ramai-ramai mengkampanyekan puasa Senin-Kamis. Semua ini adalah bentuk syiar yang patut diapresiasi.
Mengapa? Karena di era digital, publikasi kebaikan adalah sarana dakwah. Kita tidak bisa menutup mata, algoritma media sosial dipenuhi konten negatif, untuk menyebut beberapa: ada orang yang bangga mempertontonkan maksiat, membuat podcast tentang pengalaman zina, bahkan bercanda tentang shalat yang sudah lama mereka tinggalkan. Lebih ironis lagi, mereka memiliki pengaruh besar dan mampu membentuk pola pikir masyarakat.
Lantas, apakah umat Islam masih harus malu menampakkan kebaikan dengan alasan takut riya? Jika demikian, maka dunia maya hanya akan dipenuhi suara keburukan. Algoritma hanya akan memviralkan kemaksiatan, sementara kebaikan tenggelam.
Maka, jangan takut untuk menyiarkan amal kebaikan kita. Niatkan ia sebagai penyeimbang neraca, penanda bahwa kebaikan itu masih ada dan tidak kalah lantang. Inilah bagian dari jihad digital hari ini—mengimbangi derasnya arus konten negatif dengan menghadirkan konten yang mendidik, mencerahkan, dan menebar nilai Islam.
Amalan Tersembunyi: Tetap lebih utama
Namun, bagaimana dengan keutamaan amal yang disembunyikan? Ayat tadi sudah jelas menyebutkan: “fa huwa khayrun lakum” – itu lebih baik bagi kalian.
Artinya, meski amal terbuka itu baik, seorang mukmin tetap perlu memiliki simpanan amalan rahasia. Amal yang tidak diketahui siapa pun, bahkan keluarga terdekat, yang hanya Allah dan dirinya saja yang tahu. Rasulullah Saw memberi perumpamaan yang indah:
“Sedekah dengan tangan kanan, sementara tangan kiri tidak mengetahuinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Metafora ini menunjukkan betapa rahasianya amalan tersebut. Jangankan orang tua, pasangan, atau anak, bahkan seolah-olah bagian tubuh kita sendiri tidak mengetahui amal yang kita lakukan.
Dengan begitu, seorang mukmin tetap terjaga dari penyakit hati. Publikasi amal untuk syiar boleh, tetapi harus diimbangi dengan amal-amal tersembunyi yang menjadi bekal khusus di hadapan Allah kelak.
Dr. Muhammad Asgar Muzakki, M. Ag, Ustadz di Cariustadz.id
Tertarik mengundang Dr. Muhammad Asgar Muzakki, M. Ag? Silakan klik disini