Setelah ramainya isu perbincangan hangat antara penceramah kondang yang mengolok penjual es teh di Majelis pengajian Magelang, kejadian ini banyak mengundang perhatian para netizen Indonesia. Mulai dari para Ustadz selebriti, influencer, sampai kalangan artis berdatangan pada penjual es teh untuk berdonasi dan mereka sebar di akun sosial media.
Jika zaman Nabi dan para sahabat melakukan donasi secara diam-diam, hari ini masyarakat ramai memposting kebahagiaan berdonasi mereka di akun sosial media. Tentu ini menjadi pergeseran sosial antara mengikuti cara donasi Nabi dan para sahabat atau mengikuti zaman yang eksis di sosial media. Apakah esensi nilai sedekah hari ini cukup kompleks sesuai dengan ajaran Islam? Bolehkah setelah melakukan transaksi sedekah, lalu difoto dan upload ke seluruh penjuru dunia? Lantas bagaimana etika bersedekah yang seharusnya kita jalankan?
Surat al-Baqarah (2:262) mempertegas bagaimana sikap kita saat berdonasi di tengah masyarakat:
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَآ اَنْفَقُوْا مَنًّا وَّلَآ اَذًىۙ لَّهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih.
Surat al-Baqarah (2:262) mengungkap bahwa cara berinfak yang baik adalah secara diam (tidak menyebut dan menyakiti objek penerima) agar pahala yang didapatkan tidak hilang. Surat ini menjadi motivasi bagi para donatur untuk tidak takut kehilangan harta yang mereka berikan. Namun, ayat ini perlu menjadi bahan refleksi sosial dan membutuhkan penafsiran Ulama agar lebih kompleks dan tidak menimbulkan kesalahpahaman model berdonasi hari ini.
Pendapat Ulama Seputar Etika Bersedekah
Dalam al-Qur’an surat Al Baqarah(2:271):
اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Ayat ini cukup multitafsir yang disuguhkan oleh para Ulama Tafsir klasik hingga modern. Berikut penafsirannya:
Pertama, Imam Al-Qurtubi dalam kitabnya Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, jilid 3, halaman 369-370:
قوله تعالى: {وَإِن تُبْدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ…} “قال ابن عباس: فجعل الله صدقة السر في التطوع تفضل علانية بعشر درجات، وجعل صدقة الفريضة علانية أفضل من سر بسبعين درجة.”
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali…’ Ibnu Abbas berkata: Allah menjadikan sedekah secara sembunyi dalam konteks sedekah sunah lebih utama daripada terang-terangan dengan sepuluh derajat, dan Allah menjadikan sedekah wajib secara terang-terangan lebih utama daripada sembunyi-sembunyi dengan tujuh puluh derajat.”
Al-Qurtubhi meneruskan:
وَإِن تُبْدُواْ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ…} “ووجه التفضيل أن السر في التطوع أبعد عن الرياء،والعلانية في الفريضة أبعد عن التهمة.”
“Keutamaan (sedekah tersembunyi dalam sedekah sunah) adalah karena sedekah secara sembunyi lebih jauh dari riya, sementara terang-terangan dalam sedekah wajib lebih jauh dari tuduhan (bahwa orang tidak mengeluarkan zakat).”
Kedua, Imam Ibnu Qayyim al-Jawziyyah
Ibnu Qayyim dalam Zad al-Ma’ad mengungkap bahwa sedekah secara sembunyi adalah cara terbaik untuk menjaga hati dari sifat-sifat negatif seperti ujub dan riya. Dia menyebutkan bahwa sedekah seperti ini memiliki dampak yang lebih besar dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya. Pernyataan Ibnu Qayyim al-Jawziyyah mengenai keutamaan sedekah secara sembunyi-sembunyi dapat ditemukan dalam kitab Zad al-Ma’ad, pada jilid 1, halaman 305.
“وَأَمَّا الصَّدَقَةُ فَإِنَّهَا أَحْسَنُ مَا يَكُونُ إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ الْخَفَاءِ فَإِنَّهَا تَكُونُ أَبْعَدَ عَنْ الرِّيَاءِ وَأَحْفَظَ لِقَلْبِ الْمُتَصَدِّقِ مِنَ الْعُجْبِ وَالنَّظَرِ إِلَى النَّفْسِ وَرُؤْيَةِ فَضْلِهِ عَلَى الْمَحْسِنِ إِلَيْهِ. وَهِيَ أَعْظَمُ فِي أَجْرِهَا وَتَثْبِيتِ الْمُتَصَدِّقِ عَلَى طَاعَةِ اللَّهِ وَأَقْرَبُ إِلَى الْإِخْلَاصِ.”
“Adapun sedekah, maka sedekah itu paling baik jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena itu lebih jauh dari riya, dan lebih menjaga hati orang yang bersedekah dari sifat ujub, melihat diri sendiri, dan merasa memiliki keutamaan atas orang yang diberi sedekah. Dan sedekah yang dilakukan secara sembunyi memiliki pahala yang lebih besar, lebih meneguhkan orang yang bersedekah dalam ketaatan kepada Allah, dan lebih mendekatkannya kepada keikhlasan”.
Ketiga, Imam Al-Ghazali
Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah (2004), halaman 292, mengungkap bahwa sedekah secara terang-terangan memiliki fadhilah yang besar.
مقالة: ويظهر الصدقة إذا كان في إظهارها مصلحة دينية، مثل أن يحث الناس على الصدقة، أو يخفف عن الفقراء والمحتاجين، أما إذا كان إظهارها يؤدي إلى الرياء أو التفاخر، فإخفاؤها أفضل.”
“Menampakkan sedekah jika ada manfaat agama dalam penampakan tersebut, seperti mendorong orang lain untuk bersedekah atau meringankan beban orang miskin dan membutuhkan, lebih baik. Namun, jika penampakan sedekah tersebut mengarah pada riya’ atau pamer, maka menyembunyikannya lebih baik”.
Saat melihat fenomena sedekah kaget di Indonesia ataupun dunia diibaratkan sebagai flexing, al-Ghazali tidak demikian. Hal ini justru memberikan sebuah solusi baru di sosial media ataupun dunia maya bahwa menyebarkan amal kebaikan seperti donasi, bisa dimana saja dan diniati sebagai kebaikan yang luar biasa. Dalam pandangan al-Ghazali, kebaikan umat Muslim untuk bersedekah tetap akan dicatat baik oleh Tuhan, namun masalah niat yang mengarah riya’ lebih baik disembunyikan. Hal ini selaras dengan perkataan Gus Baha dalam pengajian YouTube nya bahwa kebaikan justru harus dimunculkan, sedangkan kejahatan perlu disembunyikan.
Dengan demikian, berdonasi secara terang-terangan atau tersembunyi memiliki keutamaan besar dari segi keikhlasan dan meningkatkan pahala. Ikhlas karena Allah dan bahagia dengan pahala yang berlipat ganda. Namun, jangan terbawa emosi dengan postingan mayoritas masyarakat yang gemar bersedekah secara terang-terangan di sosial media. Bisa jadi kegiatan tersebut menjadi acuan masyarakat untuk berlomba melakukan kebaikan sedekah, dari segi materi (berupa uang atau barang) ataupun secara bathini (sedekah senyum). Islam adalah agama yang ramah dan tidak perlu takut atas penilaian Tuhan pada amal al-khair yang kita kerjakan di dunia. Wallahu A’lam.
Rifa Tsamrotus saadah,S.Ag, Lc, MA., Ustadzah di Cari Ustadz
Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini