Kebijakan makan gratis yang digagas oleh pemerintah, yang baru-baru ini diumumkan oleh Presiden Prabowo, bertujuan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan dengan makan makanan bergizi. Program ini menyebar luas ke beberapa sekolah bahkan akan berlangsung ke pesantren, demi terwujudnya program sehat dan bergizi. Kebijakan ini mempengaruhi semua aspek di lingkungan Masyarakat khususnya kaum bawah dan menengah dalam menjaga produktivitas dan kualitas hidup.
Dalam perspektif maqashid syariah, keberhasilan program makan siang gratis tidak hanya diukur dari niat baiknya dalam memenuhi hifdz al-nafs (pemeliharaan jiwa) dan hifdz al-‘aql (pemeliharaan akal), dan hifdz al-Mal (pemeliharaan harta), tetapi juga dari implementasinya yang harus menjunjung tinggi nilai keadilan (al-‘adl) dan kemaslahatan (al-maslahah). Jika program ini tidak mampu memastikan akses yang setara bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan, maka tujuan awal untuk meningkatkan kualitas hidup dan pendidikan anak-anak menjadi tereduksi. Lantas, apa saja langkah kebijakan makan gratis ini benar-benar mencerminkan nilai maqashid syariah dan nyata memberikan manfaat bagi Masyarakat?
Ada tiga tips yang dicontohkan para Ulama agar makan gratis ini berbanding lurus dengan nilai Maqashid Syariah:
Meski memang sudah terjamin kualitas gizi yang seimbang antara protein dan serat, kepastian Halal dan Thayyib perlu terjamin. Pastikan agen catering atau rumah makan yang disediakan di wilayah tersebut sudah bersertifikasi Halal dan memiliki citra rasa yang enak; sesuai selera masyarakat Indonesia. Terbukti dalam QS. Al-Baqarah:168 yang mengungkap perintah menjalankan yang Halal dan baik.
Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata”.
Dalam Tafsir Al-Wajiz, Ibnu Athiyyah Al-Andalusi ( Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah Juz 5 hal 351) menafsirkan kata halal dan thayyib yaitu berasal dari makanan yang baik zatnya maupun cara memperolehnya. Selain itu, pastikan makanan juga harus yang baik, yaitu yang sehat, aman, dan tidak berlebihan. Makanan yang dimaksud adalah yang terdapat di bumi yang diciptakan Allah untuk seluruh umat manusia, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan yang selalu merayu manusia agar memenuhi kebutuhan jasmaninya walaupun dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah.
Dalam hal ini, Ibnu Athiyyah menggaris bawahi kata halalan thayyiban dengan tiga kunci yaitu sehat, aman, dan tidak berlebihan. Jika yang terjadi hari ini adalah sekadar menyelesaikan program dan tidak memiliki maqashid untuk membuat jiwa siswa sehat dan aman, menurut Ibnu Asyur dalam teori Maqashid Syariah, ia dihukumi sebagai natijah dharurah (nilai yang mengandung kemadharatan).
Meski memang dari sumber yang beredar di media pembagian ini akan menyeluruh, namun perlu kita tinjau takaran yang perlu kita jangkau. Jangan sampai beberapa lembaga sekolah yang harusnya berhak dan layak diberikan hak makan gratis, namun diabaikan. Dalam eksistensi Maqashid Syariah, Hifdz al-Karamah (menjaga kemuliaan) atas makanan itu perlu diperhatikan, dengan tidak mengurangi atau melebihkan suatu bagian. sebagaimana firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 31 berikut;
“Makan dan minumlah kalian dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Ada statement menarik dari Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah) Juz 1 halaman 262, yang melihat esensi Halal terkadang bisa membahayakan tubuh karena terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi makanan. Menurutnya, ini masuk pada bagian madharat (kerugian) bagi jiwa. Al-Ghazali mengungkap:
“Makanan halal itu bisa berbahaya (bagi tubuh) hanya karena banyaknya, bukan disebabkan jenis makanan halal itu sendiri”.
Selain itu, takaran pembagian makanan gratis juga tidak boleh dikurangi. Jika pemerintah fokus pada ketahanan tubuh dan otak siswa, maka berikan yang terbaik dan takaran yang pas. Surat al-Muthaffifiin: 3 mengingatkan kita bahwa Allah melaknat pada orang yang berbuat curang dan mengurangi hak orang lain.
“Dan apabila mereka menakar atau menimbang, mereka mengurangi.”
Dengan begitu, praktik hifdz al-mal (menjaga harta) pada pembagian makan gratis ini akan memberikan dampak yang baik bagi financial di pemerintahan ini jika disiapkan dengan rancangan Maqashidi yang baik. Sebaliknya, jika tidak, maka selamanya program ini hanya menyalurkan ambisi bukan efesiensi prinsip keadilan, dan keberlanjutan dalam pengelolaan harta publik.
Agar program ini benar-benar efektif, perlu dilakukan identifikasi yang cermat terhadap individu atau kelompok yang menjadi sasaran utama. Penyaluran makanan harus didasarkan pada kebutuhan prioritas, seperti masyarakat berpenghasilan rendah, lansia, atau mereka yang berada dalam situasi rentan. Dengan memastikan distribusi yang merata dan adil, program ini tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tetapi juga mendukung prinsip maqashid shariah dalam menjaga kehidupan (hifdz an-nafs) secara menyeluruh. Jelas sekali bagaimana al-Quran mengatur dalam surat al-Baqarah:273:
Artinya: Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Imam al-Thabari dalam Jamiul Bayan ‘an Takwil al-Quran atau yang lebih masyhur dengan Tafsir al-Thabari (Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah) halaman 284, bahwa yang dimaksud dengan ati dzal qurba sangat multitafsir. Saya mengutip sebuah Hadis yang diambil oleh Al-Thabari; ia sepakat dengan Hadis yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Ikrimah yaitu:
“Telah meriwayatkan pada kami Qasim, dari Husain, dari Hajjaj dari Ibnu Juraij dari ‘Ikrimah ia berkata: penafsiran ati dzal qurba yaitu Hubungan yang ingin Anda jalin dengannya dan apa yang ingin Anda lakukan padanya”.
Hadis ini sebagai penguat bahwa program makan gratis memang betul tidak hanya diperuntukkan untuk kalangan fakir miskin saja, namun bisa untuk kalangan terdekat. Namun, perlu digari bawahi bahwa terdekat disini sepakat dengan sahabat Ikrimah ialah jalinan tali kasih pada siapapun yang ingin engkau sambungkan dengannya. Hemat penulis, sasaran jalinan tali ini agar lebih maksimal, maka berikan pada maka berikan pada sekolah-sekolah yang berada di lingkungan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Dengan pendekatan ini, program makan gratis tidak hanya menjadi sarana berbagi, tetapi juga memperkuat hubungan sosial dan menciptakan dampak positif yang berkelanjutan.
Dengan menjadikan kesejahteraan, prinsip keadilan, dan ketepatan sasaran sebagai Maqashid pembagian makanan gratis ini, ia hadir tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan kolektif yang lebih luas. Wallohu A’lam.
Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA., Dosen STIU Darul Quran Bogor dan Ustadzah di Cari Ustadz
Tertarik mengundang ustadz Rifa Tsamrotus Saadah,S.Ag, Lc, MA.? Silahkan klik disini