Perintah Bershalawat dan Keutamaan Lainnya di Bulan Syakban

Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ketika memasuki bulan Rajab dan Syakban, Nabi Muhammad Saw. senantiasa berdoa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab, Syakban, serta sampaikan (pertemukan) kami dengan bulan Ramadan.”

Berdasarkan data dari software Gawami’ al-Kalim, hadis di atas adalah hadis yang sangat lemah (syadid al-dha’f). Dua orang periwayatnya dinilai dengan penilaian terlalu lemah, yaitu Abdussalam bin Umar al-Jinniy (majhuul al-haal) dan Zaidah bin Abi al-Ruqqad (matruuk al-hadiits). Sedangkan Ziyad al-Numairiy dinilai dha’if al-hadis (lemah hadisnya).

Akan tetapi, al-Fattaniy dalam kitabnya Tadzkirah al-Maudhu’aat (hal. 117), ketika membahas hadis ini menjelaskan bahwa diperbolehkan menggunakan hadis daif dalam hal-hal yang berkaitan dengan fadhilah (keutamaan-keutamaan) sebuah amalan.

Syakban, Bulan Nabi Muhammad Saw.

Hadis lainnya yang cukup masyhur terkait keutamaan tiga bulan yang disebutkan diatas berbunyi:

رَجَبٌ شَهْرُ اللَّهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِي

Rajab adalah bulan Allah, Syakban adalah bulanku (Muhammad), dan Ramadan adalah bulan umatku.”

Dari segi sanadnya, banyak ulama menyebutkan bahwa hadis di atas maudhuu’ (palsu). Hadis tersebut dicantumkan dalam beberapa kitab hadis khusus yang memuat hadis-hadis palsu, seperti Tadzkirah al-Maudhuu’aat (hal. 116) karya al-Fattaniy (w. 986 H) dan al-Maudhuu’aat al-Kubraa (hal. 460) karya Nuruddin al-Malaa (w. 1014 M H). Dua lembaga fatwa besar, yaitu Al-Lajnah al-Daimah dan Dar al-Ifta al-Mishriyyah, juga menyebut bahwa hadis di atas adalah maudhuu’.

Namun, secara matan, Syakban (penulisan “Syakban” mengikuti kata baku dalam KBBI) sebagai bulan Nabi Muhammad adalah benar. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ayat al-Qur’an yang berisi perintah untuk bershawalat kepada Nabi Muhammad turun di bulan ini. Dalam surah al-Ahzab ayat 56 Allah berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Sayyid Muhammad dalam kitabnya Maadzaa fii Sya’baan? (hal. 26) mengutip perkataan al-Qasthalani bahwa sebagian ulama menyebut Syakban sebagai bulan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.

Keutamaan Bershalawat

Abu al-Laits al-Samarqandi menerangkan bahwa bershalawat kepada Nabi adalah ibadah yang paling utama. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa Allah, dalam ibadah-ibadah lain, hanya memerintahkan mukmin tanpa memberikan contoh. Sedangkan shalawat, Allah dan malaikat-malaikat-Nya terlebih dahulu melakukannya sebelum memerintahkan mukmin untuk melakukan hal yang sama (Maadzaa fii Sya’baan?, hal. 29).

Tapi, shalawat dari Allah, malaikat, dan manusia memiliki kedudukan dan fungsi yang berbeda. Al-Qur’an Kemenag menjelaskan bahwa shalawat dari Allah berarti pemberian rahmat, dari malaikat berarti memohonkan ampun, dan dari manusia (orang-orang mukmin) berarti sebuah doa agar diberi rahmat.

Banyak hadis yang menerangkan keutamaan bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Di antara yang masyhur adalah hadis yang berbunyi:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

Barang siapa yang bershalawat kepadaku (Muhammad), Allah akan bershalawat (memberikan rahmat) kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim).

Selain dibalas berkali-kali lipat, bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. juga akan meninggikan derajat dan menghapus kesalahan-kesalahan pengucapnya, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubraa:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِنْ أُمَّتِي صَلاةً مُخْلِصًا مِنْ قَلْبِهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَرَفَعَهُ بِهَا عَشْرَ دَرَجَاتٍ، وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ، وَمَحَا عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ

Orang dari umatku yang bershalawat satu kali dengan tulus dari hatinya, Allah (membalas) bershalawat kepadanya dengan shalawat yang sama sebanyak sepuluh kali. Allah (juga) mengangkat sepuluh derajat, mencatat sepuluh kebaikan, dan menghapus sepuluh keburukannya.”

Peristiwa Penting di Bulan Syakban

Selain turunnya ayat perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw., di Bulan Syakban juga terjadi beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam. Di antara sejarah besar pada bulan ini adalah terjadinya pemindahan arah kiblat, dari Masjid al-Aqsha (Bait al-Maqdis) ke Kakbah yang ada di Masjid al-Haram.

Sayyid Muhammad menyebutkan bahwa pemindahan kiblat ini merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa setelah selesai shalat, Rasulullah Saw selalu menadahkan wajahnya ke langit berharap agar kiblat segera dipindahkan. Lalu turunlah surah al-Baqarah ayat 144 yang berisi perintah shalat menghadap Kakbah (Tafsiir al-Qur’aan al-Azhiim, jil.1 , hal. 458).

Ibnu Katsir, mengutip pendapat al-Barra’, menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. dan kaum mukmin shalat menghadap Bait al-Maqdis sekitar enam belas atau tujuh belas bulan. Sedangkan Sayyid Muhammad menyebut bahwa lamanya Bait al-Maqdis menjadi kiblat shalat adalah tujuh belas bulan tiga hari.

Peristiwa lainnya yang terjadi di bulan Syakban adalah diangkatnya amal ibadah hamba dalam setahun. Ini terjadi di pertengahan bulan, atau yang dikenal oleh masyarakat umum dengan nama Nisfu Sya’baan.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i, diceritakan bahwa Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Nabi Muhammad mengapa beliau berpuasa di bulan Syakban lebih banyak dibandingkan bulan-bulan lainnya. Nabi pun menjawab:

Itu bulan yang dilalaikan oleh manusia, (terletak) antara Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Tuhan Semesta Alam. Maka, aku ingin amal-amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.

Puasa pada bulan Syakban merupakan puasa yang paling utama (afdal). Imam al-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadis yang berisi jawaban Nabi ketika beliau ditanya mengenai puasa yang paling afdal setelah Ramadan. Beliau menjawab, “(yaitu puasa) di bulan Syakban untuk mengagungkan/memuliakan Ramadan.

Demikian beberapa keutaman dan peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi di bulan Syakban. Waallahu a’lam.

Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini