Saling Memberi Hadiah Sebagai Bentuk Persaudaraan

Memberi hadiah merupakan salah satu perbuatan terpuji. Islam, lewat sosok Nabi Muhammad Saw, mengajarkan bagaimana memberi hadiah merupakan perbuatan yang penting untuk dilakukan. Dalam salah satu hadis, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad, beliau bersabda:

تَهَادُوا تَحَابُّوا

Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR. al-Bukhari, no. 594).

Hadiah dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Dalam KBBI, kata hadiah memiliki tiga pengertian, yaitu pemberian, ganjaran, dan tanda kenang-kenangan. Sedangkan dalam bahasa agama, kata hadiah seakar kata dengan kata hidayah, yang berarti memberikan petunjuk.

Secari istilah, al-Jurjani mendefinisikan hadiah sebagai suatu pemberian tanpa ada syarat balasan (al-Ta’riifaat, hal. 215). Sedangkan al-Qasthalani menjelaskan hadiah sebagai penyerahan (pemberian) harta benda kepada seseorang sebagai penghormatan kepadanya (Irsyaad al-Saarii, jil. 4, hal. 334).

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan pemberian hadiah umumnya adalah untuk menghormati atau memuliakan seseorang, baik karena kebaikannya, jasa, mau pun prestasi yang dicapainya. Atau, pemberian hadiah bisa didasarkan pada alasan yang lebih sederhana, yaitu untuk menyenangkan hati orang lain.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam memberi hadiah adalah apa yang disampaikan oleh al-Jurjani, yaitu tanpa ada syarat balasan. Memberi dengan maksud untuk mendapatkan balasan di kemudian hari merupakan perbuatan yang tidak baik karena tanpa didasari keikhlasan. Lebih jauh, hal ini dapat melanggar hukum positif, apalagi jika yang diberi hadiah adalah seorang pegawai atau pejabat negeri. Sebab, hal ini bisa dikategorikan sebagai gratifikasi.

Memberi Hadiah Walau Kecil

Tak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Saw. merupakan suri teladan bagi muslim secara khusus. Tidak hanya mengajarkan tentang ritual ibadah kepada Tuhan, beliau juga memberikan contoh bagaimana sebaiknya bersikap sebagai seorang manusia kepada manusia lainnya. Di antara contoh baik tersebut adalah memberi hadiah.

Dalam sebuah riwayat beliau bersabda:

تَهَادَوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ، وَلَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا، وَلَوْ شِقَّ فِرْسِنِ شَاةٍ

Hendaknya kalian saling memberi hadiah. Karena, sungguh, hadiah dapat menghilangkan rasa (sifat) benci dalam dada. Dan jangnlah seseorang meremehkan (memandang rendah) pemberian tetangganya, walaupun hanya secuil kaki kambing.” (HR. al-Tirmidzi, no. 2130).

Hadis di atas menjelaskan salah satu manfaat dari memberi hadiah, yaitu menghilangkan rasa benci yang ada di hati seseorang. Dalam riwayat lain redaksi ‘sifat benci di dada’ diganti dengan ‘permusuhan’. Kedua redaksi tersebut bermakna sama, karena orang yang memiliki rasa permusuhan didasari pada rasa benci yang timbul dalam hatinya.

Hadis tersebut juga menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad melarang sahabatnya untuk merendahkan pemberian seseorang. Pemberian hadiah berfungsi sebagai penyambung tali silaturahmi antar sesama. Memandang rendah hadiah orang lain dapat menyebabkan munculnya sakit hati. Sehingga, bukan silaturahmi yang kokoh bakal didapat, melainkan justru munculnya permusuhan.

Silaturahmi dengan tetangga merupakan salah satu yang sikap yang ditekankan oleh Nabi. Banyak hadis yang menjelaskan bagaimana seseorang harus bersikap baik kepada tetangganya. Hal ini karena tetangga adalah salah satu orang yang paling pertama membantu kita ketika membutuhkan bantuan.

Dalam hal memberi hadiah kepada tetangga, misalnya, pernah diceritakan oleh Abu Dzar bahwa Nabi bersabda kepada:

يَا أَبَا ذَرٍّ: ” إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ “

Wahai Abu Dzar! Jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah air (kuah)nya. Dan berikan (berbagi)lah kepada tetanggamu.” (HR. Muslim, no. 2627).

Hadis di atas menunjukkan bahwa memberi hadiah tidak selalu dengan benda-benda yang bernilai mahal, karena tidak semua orang mampu memiliki benda mahal, apalagi kemudian memberikannya kepada orang lain. Sekadar berbagi sedikit makanan pun dapat memberikan efek positif bagi orang lain.

Adab Memberi dan Menerima Hadiah

Sebagaimana hal lainnya, memberi hadiah juga harus dilakukan dengan sikap yang baik. Seseorang tidak boleh semena-mena dalam memberikan hadiah. Ia tidak boleh merasa lebih mulia atau lebih tinggi daripada orang yang diberi hadiah.

Dalam kitab Majmu’ al-Rasaa`il al-Imaam al-Ghazaaliy (hal. 439) dijelaskan adab-adab dalam memberi hadiah: yaitu memandang utama (hormat) kepada orang yang diberi hadiah, menunjukkan rasa senang ketika seseorang menerima hadiahnya, bersyukur ketika melihat orang yang diberi hadiah, dan tidak pamrih (ikhlas) jika pemberiannya banyak.

Masih dalam kitab yang sama, Imam al-Ghazali juga menjelaskan bahwa orang yang menerima hadiah pun harus memiliki adab yang baik. Ada delapan adab yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali, yaitu:

Menunjukkan rasa gembira atas pemberian walau sedikit, mendoakan pemberi hadiah jika ia sudah pergi, menunjukkan wajah gembira ketika berhadapan dengan pemberi, memberikan hadiah balasan jika mampu, memuji pemberi jika memungkinkan, tidak tunduk kepada si pemberi, menjaga diri agar aspek agama tidak hilang karena pemberian tersebut, dan tidak mengharap akan diberi untuk kedua kalinya.

Beberapa adab yang harus dimiliki oleh orang yang menerima hadis di atas menunjukkan bahwa hadiah harus dilakukan dengan cara yang ikhlas, tidak menuntut adanya balasan apalagi kepatuhan. Karena hadiah itu sendiri, sebagaiman dijelaskan sebelumnya, bermaksud agar terjalinnya silaturahmi antar sesama, bukan perbudakan. Wallahu a’lam.

Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz

Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini